MELAWAN FAKTOR RISIKO

Dr. Iqbal Mochtar
Ketua Kluster Kedokteran dan Kesehatan, Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional, Ketua PDITT

Sebagian orang beranggapan bahwa selama tidak ada keluhan, tubuh mereka baik-baik saja. Mereka merasa fit, sehat, dan bisa beraktivitas tanpa hambatan. Karena itu, pemeriksaan ke dokter dianggap tidak perlu dilakukan kecuali jika sudah ada rasa sakit yang mengganggu. Cara pandang semacam ini sebenarnya berbahaya. Keluhan bukanlah penanda awal, justru sering kali ia merupakan pertanda bahwa penyakit sudah berkembang cukup lama dan mencapai tahap yang lebih serius.

Ambil contoh penyakit jantung. Proses penyumbatan pembuluh darah jantung tidak pernah terjadi secara tiba-tiba. Ia berjalan perlahan, dimulai dari penumpukan lemak di dinding arteri. Lama-kelamaan lapisan lemak ini menebal, menyempitkan ruang di dalam pembuluh darah. Proses ini bisa berlangsung bertahun-tahun tanpa menimbulkan keluhan sedikit pun. Seorang ayah bisa tetap bekerja keras, menemani anak-anaknya bermain, bahkan berolahraga ringan tanpa menyadari bahwa di dalam tubuhnya sedang tumbuh bom waktu. Lalu, tanpa peringatan berarti, gejala pertama yang muncul bukanlah rasa tidak nyaman kecil, melainkan serangan jantung yang menghentikan segalanya dalam sekejap.

Inilah mengapa menunggu keluhan muncul sebagai tanda sakit adalah sebuah kesalahan besar. Gejala hanyalah puncak gunung es. Di bawah permukaan, tersembunyi proses panjang yang tidak terlihat. Sayangnya, banyak orang lebih memilih menutup mata. Mereka merasa “baik-baik saja” dan menganggap pemeriksaan kesehatan tidak mendesak. Mereka baru tergesa mencari pertolongan ketika nyeri dada sudah menusuk, ketika napas menjadi sesak, atau ketika langkah kaki tidak lagi sanggup membawa tubuh.

Padahal yang seharusnya dilakukan adalah mengendalikan faktor risiko sebelum terlambat. Faktor risiko bukanlah penyakit itu sendiri, melainkan kondisi yang membuka jalan bagi penyakit. Kolesterol yang mulai meningkat, gula darah yang sedikit di atas normal, tekanan darah yang naik turun, atau berat badan yang semakin bertambah—semua ini sering kali dianggap sepele. “Nanti saja kalau sudah parah,” begitu alasannya. Padahal, di situlah pintu penyakit jantung mulai terbuka lebar.

Bayangkan seorang pria berusia empat puluh tahun dengan kadar kolesterol agak tinggi. Ia merasa sehat, tubuhnya masih kuat, sehingga ia tidak merasa perlu berobat. Ia terus makan sesukanya, jarang berolahraga, dan sesekali merokok untuk melepas penat. Bertahun-tahun ia membiarkan kondisi ini. Saat usianya mencapai empat puluh lima, ia tiba-tiba terkapar karena nyeri dada hebat yang menjalar hingga ke lengan. Di rumah sakit, dokter mendapati pembuluh darah jantungnya tersumbat hampir total. Tindakan darurat harus dilakukan: pemasangan stent atau operasi besar. Jika saja ia sejak awal mau melawan faktor risiko—mengatur pola makan, mengurangi rokok, berolahraga teratur, dan mengikuti saran dokter—mungkin ia tidak perlu menghadapi ancaman yang begitu besar.

Kisah seperti ini bukan sekadar cerita. Penyakit jantung dijuluki pembunuh senyap karena prosesnya yang diam-diam namun mematikan. Justru karena sifatnya yang tersembunyi, pemeriksaan rutin dan pengendalian faktor risiko sangatlah penting. Dengan langkah sederhana seperti memperbanyak sayur dan buah, menjaga berat badan, aktif bergerak, mengelola stres, serta menghentikan kebiasaan merokok, seseorang sebenarnya sedang menabung kesehatan untuk masa depannya.

Melawan faktor risiko jauh lebih mudah daripada melawan penyakit yang sudah terlanjur nyata. Mengurangi konsumsi gorengan jauh lebih ringan daripada menanggung prosedur operasi bypass. Mengatur jadwal olahraga mingguan jauh lebih sederhana dibandingkan harus menjalani rehabilitasi jantung. Menjalani pemeriksaan rutin jauh lebih bijak daripada menyesali kesempatan yang hilang setelah serangan mendadak.

Sayangnya, penyesalan baru datang ketika keluhan muncul. Banyak orang yang baru sadar pentingnya kesehatan setelah tubuhnya jatuh sakit. Padahal kesehatan tidak bisa ditunda. Ia bukan barang yang bisa diganti, bukan pula sesuatu yang bisa dibeli kembali. Kesehatan harus dijaga sebelum rusak, bukan diperbaiki setelah hancur.

Karena itu, jangan tunggu tubuh memberi tanda bahaya baru bertindak. Justru ketika tidak ada keluhan, itulah saat terbaik untuk memulai. Kendalikan faktor risiko sekarang juga. Periksakan diri secara rutin, ikuti saran tenaga medis, dan rawat tubuh dengan gaya hidup yang sehat. Karena pada akhirnya, mencegah selalu lebih baik, lebih ringan, dan lebih murah daripada mengobati.

Tinggalkan Balasan